Selasa, 28 September 2010

TV News Journalists Hero

Written By : Annisaa
Meutia Hafid

Nowadays, some information about war or conflict usually comes from TV News in our home. Such as, war or conflict in Gaza, Afghanistan, Iraq, and so on. The information always reports us about the condition of the area, the total of the victims, and humanity aid for the victims. The information also is certainly reported by the TV News Journalists. Therefore, we should appreciate the TV News Journalists who report us news from conflict area as they face a lot of challenges. 

TV News Journalists should be tough to face some risks when they work in the area of conflict, war or disturbance. The risks that they can face in the conflict area are posing a threat, taking of hostage, or even a death. These conditions ever happened to some TV News Journalists in Indonesia. In 2003, Ersa Siregar, a TV News reporter of RCTI, died because of the shot at each other between TNI and GAM in Peureulak NAD. Then on February, 2005, Meutya Hafid and Budyanto, a TV News reporter and cameraman of Metro TV, experienced taking of hostage for seven days by group of Mujahidin in Iraq. Meutya Hafid as a TV News reporter who should give the best news to public felt the thin difference between life and death when she was taken as hostage. She also explained that, although she did not experience physical violence, but she still felt that being a hostage was hurtful and against the freedom of human’s life.    
Ersa Siregar

To report us news, TV News Journalists should know about the rules and how to solve the problem that they will face. In this case, all of that will be explained in the trainings by interrelated institutions, such as Safety Journalists Training which held by Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), and International Federation of Journalists (IFJ). The instructors of the trainings are also the people who had experience in the real conflict, war or disturbance area. They share about their experience that they did to the participants of the training. The materials of the trainings which also become the rules tell about how to make good plain in covering, comprehend the situation in the area, and be ready to face the worst things. They should also prepare the draft of complete administration for departure, such as Press Card, Identity Card, Passport, Visa, instruments of first aid, communication device that more than one, etcetera. Other materials that also become the way to solve the problem at there explain about the first aid, handling light wounds, such as, broken or cracked bone, bleeding and burn, and also how to decrease the risks in covering. Journalists should do all of that to get exclusive news in the war, conflict or disturbance area and still can come back with their condition safely.

Another reason why we should appreciate to the TV News journalists is the way they always face deadline. When they cover an event, they should report about the news to the public immediately by TV News Broadcasting. In the series of working in TV News has three parts. There are the activity of news gathering, news production, and news presenting. For activity of news gathering, assignment editor should order their crew to cover the event in the real area, such as war, conflict or disturbance, in order to get balanced between picture and the news. But the important thing for the TV News Journalists can get the picture of news which informed to public. The news value judgment depends on how much important, attractive, dramatic and strong picture magnitude which is got by the crew in the real area, for example war, conflict or disturbance. Then the executive or reporter will preview the picture that their crew got together with cameraman before she or he will write the manuscript of news and the last, to present for public by activity of news presenting in TV. Journalists should obey this rule as soon as possible which makes them usually work under pressure. They have some experiences when they want to cover about the war or other news in conflict area and should report as soon as possible. They sometimes should wait not just for a moment to get the news or report about that, but sometimes they should wait for two or three hours or even they do not get anything about the news or report. Besides that, they ever got some discrimination from the respondents when they want to interview or report about the news. Those conditions teach them to be patience, disciplinary, and credible to face the deadline.

Then, the TV News Journalists should cooperate in a team work. Reporter and cameraman can not work individually to get news or report about the news in the field or real area, such as when they reported about war, conflict or disturbance. They should comprehend mutually. If cameraman has an idea to get a picture in different side, the reporter should comprehend that. And also they should always connect to the Studio of News Broadcasting to always inform about the condition at there. After that, the picture will be edited by editor to compose a good picture and news before report to the public.

In short, many challenges that the TV News journalists face in the war, conflict or disturbance area to get exclusive news to inform to the public. They face many risks which includes the death when they cover something in the area of war, conflict or disturbance. They also always work with deadline that they do only for public to present update, factual, and credible news. Another challenge, they should cooperate in a team work to perform good news and pictures. Therefore, we should appreciate them as unforgotten heroes.

     


REFERENCES

http://meutyahafid.com/ Meutya Hafid dan 168 jam dalam penyanderaan
http://jurnalistiktelevisi.dagdigdug.com/jurnalistik-televisi.html

Teori Komunikasi Massa : Teori Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow of Communication)

Oleh : Annisaa
Lazarsfeld

    Konsep komunikasi dua tahap (two step flow of communication) pada awalnya berasal dari Paul Felix Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet yang berdasarkan pada penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Hal ini pertama kali diperkenalkan oleh Lazarsfeld pada tahun 1944. Kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz di tahun 1955.
    Pada awalnya para ilmuan berpendapat bahwa efek yang diberikan media massa berlaku secara langsung seperti yang dikatakan oleh teori jarum suntik. Akan tetapi Lazarsfeld mempertanyakan kebenarannya. Pada saat itu, mungkin saja dia mempertanyakan apa hubungan antara media massa dan masyarakat pengguna media massa saat kampanye pemilihan presiden berlangsung. Selain itu keingintahuan Lazarsfeld terhadap apa saja efek yang diberikan media massa pada masyarakat pengguna media massa pada saat itu serta cara media massa menyampaikan pengaruhnya terhadap masyarakat.
    Untuk itu Lazarsfeld memanfaatkan pemilihan umum presiden Amerika pada tahun 1940. Lazarsfeld mencari tahu cara kerja media dalam mempengaruhi opini publik mengenai calon presiden Amerika yang berkampanye melalui media massa. Lazarsfeld dan beberapa rekannya memilih daerah Erie County di Ohio serta Elmira di New York sebagai tempat penelitian. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif pada bulan Mei hingga November 1940. Fokusnya terhadap pengaruh interpersonal dalam penyampaian pesan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keputusan media dibuat. Ternyata ditemukan hal yang sangat menarik bahwa hanya 5% responden yang mengaku bahwa mereka menglami perubahan sikap setelah melihat pesan media secara langsung. Selebihnya pemilih mengatakan bahwa hal yang sedikit banyak berpengaruh dalam pembuatan opini mereka adalah interaksi dengan orang terdekat seperti keluarga atau teman.
    Setelah melakukan observasi terhadap responden, Lazarsfeld kemudian menemukan kesimpulan yang sedikit bertolak belakang dengan apa yang diyakini sebelumnya. Hal yang ditemukan Lazarsfeld bahwa terdapat banyak hal yang terjadi saat media massa menyampaikan pesannya. Cara kerja media massa dalam mempengaruhi opini masyarakat terjadi dalam dua tahap. Disebut dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan tahap pertama sebagai proses komunikasi massa, yaitu sumbernya adalah komunikator kepada pemuka pendapat. Kedua sebagai proses komunikasi antarpersonal, yaitu dimulai dari pemuka pendapat kepada pengikut-pengikutnya. Proses tersebut bisa digambarkan seperti bagan di bawah ini:
 
Media Massa ---> Pesan-pesan ---> Opinion Leaders ---> Followers (Mass Audience)

    Pada  masa selanjutnya, teori ini memperlihatkan bahwa pengaruh media itu kecil, ada variabel lain yang lebih bisa mendominasi dalam mempengaruhi masing-masing penonton. Hal ini dapat dicontohkan pada dua orang yang sedang menonton sebuah iklan motor di TV. Orang pertama berkeyakinan bahwa motor yang ditayangkan dalam iklan tersebut adalah paling bagus daripada motor lainnya, karena ia pun telah mencoba dan membuktikannya. Dan akhirnya ia menceritakan hal itu kepada penonton lain yang kebetulan sedang mencari motor yang dianggap baik pula. Setelah itu, penonton kedua pun mendapat keyakinan yang sama, sehingga ia membeli motor yang serupa. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel lain yang dianggap lebih bisa mendominasi daripada media adalah seseorang terdekat yang memberi pengaruh kuat pada orang lainnya.


    

Sabtu, 25 September 2010

Teori Komunikasi Masa : Teori Penggunaan dan Pemenuhan (Uses and Gratification Theory)

Oleh: Annisaa

Herbert Blumer

Elihu Katz

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan (Uses and Gratification Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang menitik-beratkan penelitian pada perilaku pemirsa sebagai penentu pemilihan pesan dan media. Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan teori ini. Teori ini diperkenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass Communication : Current Perspectives on Gratification Research. 
            Uses and Gratifications Theory menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khlayak. Jadi, bobotnya ialah pada khalayak yang aktif yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Riset yang dilakukan dengan pendekatan teori ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar. Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membaca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian.
            Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi (pemetaan) motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions (Ketertarikan orang-orang terhadap media) sebagai berikut:
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi,
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial,
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai,
Surveillance, yaitu bentuk-bentuk pencarian informasi.
            Walaupun teori ini menekankan pemilihan media oleh para pemirsanya, namun ada penelitian-penelitian lain yang mengungkapkan bahwa penggunaan media sebenarnya terkait dengan kebiasaan, ritual, dan tidak benar-benar diseleksi. Sebagai contoh saat anak-anak pulang sekolah, sudah menjadi kebiasaannya untuk mengambil makan siang dan duduk dikursi sembari menyetel TV. Tidak ada alasan yang benar-benar nyata mengapa ia menyetel TV dan bukannya membaca majalah atau koran, hanya kebiasaan, atau justru sebaliknya, bagi orang dewasa mungkin ia langsung membaca koran dan bukannya menyetel TV saat meminum kopinya di pagi hari. Pada banyak hal kejadian ini merupakan kejadian alamiah sehari-hari dan tidak dilakukan secara sadar. Walaupun begitu menonton TV dapat juga menjadi pengalaman seni dan menggugah motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu.
            Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan dapat dikatakan tidak sempurna saat digunakan untuk menilai media yang telah digunakan secara ritual (kebiasaan). Namun teori ini tetap tepat untuk digunakan untuk menilai hal-hal spesifik tertentu yang menyangkut pemilihan pribadi saat menggunakan media.
            Teori ini juga merupakan kebalikan dari teori peluru. Dalam teori peluru media sangat aktif dan all powerfull, sementara audience berada di pihak yang pasif. Semdangkan dalam teori uses and gratifications ditekankan bahwa audience aktif untuk menentukan media mana yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Kalau dalam teori peluru terpaan media akan mengenai audience sebab ia berada di pihak yang pasif, sementara dalam teori uses and gratifications justru sebaliknya.

Teori Komunikasi Masa : Teori Peluru (The Bullet Theory of Communication)

Oleh: Annisaa
Wilbur Schramm

Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan memiliki beberapa macam istilah yang masing-masing dicetuskan oleh sebagian para pakar teori komunikasi. Istilah itu di antaranya:
1.      Teori ”jarum suntik” (Hypodermic needle theory) yang dikemukakan oleh David K. Berlo, dan
2.      Teori “stimulus-respons” oleh DeFleur dan Ball-Rokeach.
            Teori peluru ini diperkenalkan pada tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleideskop stasiun radio CBS di Amerika yang berjudul “The Invasion From Mars”. Isi teori ini mengatakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan pula bahwa apabila pesan ”tepat sasaran”, ia akan mendapatkan efek yang diinginkan.
            Sedangkan istilah teori ”jarum suntik” atau hypodermic needle theory secara harfiah berasal dari kata bahasa inggris, yaitu hypodermic berarti ”di bawah kulit” dan needle bermakna ”jarum”. Istilah ini mengasumsikan anggapan yang serupa dengan teori peluru, yaitu media massa menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera dan langsung. Anggapan ini pula adalah sejalan dengan pengertian ”perangsang tanggapan” atau ”stimulus-respons” yang mulai dikenal sejak penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an.
            Menurut Wilbur Schramm, pada tahun 1950-an, teori peluru adalah sebuah proses di mana seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya. Akan tetapi dalam karya tulisnya yang diterbitkan pada awal tahun 1970-an, Schramm meminta kepada para peminatnya agar teori peluru komunikasi itu dianggap tidak ada, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.
            Pernyataan Schramm tentang pencabutan teorinya itu didukung oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab. Kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak, yaitu media massa. Seringkali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk ditembak.
            Sementara itu, Raymond Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka bandel (stubborn). Secara aktif mereka mencari yang diinginkan dari media massa. Jika menemukannya, lalu mereka langsung melakukan penafsiran sesuai dengan kecenderungan dan kebutuhannya.
            Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan para pakar komunikasi yang ternyata tidak mendukung teori peluru tadi. Kini timbul apa yang dinamakan limitted effect model atau model efek terbatas, antara lain penelitian Hovland yang dilakukan terhadap tentara dengan menayangkan film. Hovland mengatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, tetapi tidak dalam mengubah perilaku.
            Selanjutnya penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukkan bahwa persepsi (sudut pandang) yang selektif dapat mengurangi efektivitas sebuah pesan serta penelitian Lazarsfeld dan kawan-kawan terhadap kegiatan pemilihan umum menampakkan bahwa hanya sedikit  saja orang-orang yang dijadikan sasaran kampanye pemilihan umum yang terpengaruh oleh komunikasi massa.
            Dari berbagai pemaparan di atas, kita sekarang tahu bahwa teori komunikasi ini terlalu disederhanakan. Sebuah pesan komunikasi massa tidak memiliki efek yang sama pada masing-masing orang. Dampaknya pada seseorang tergantung pada beberapa hal, termasuk karakteristik kepribadian seseorang dan beragam aspek situasi dan konteks. Namun demikian, ”teori peluru” merupakan sebuah teori komunikasi massa yang dapat dimengerti: ia tampaknya lahir dari efektivitas nyata propaganda setelah Perang Dunia I. Ini di antaranya karena rakyat begitu naif dan mempercayai kebohongan. Teori ini mungkin tidak lagi akan bekerja baik sekarang, tapi pada waktu itu teori ini masih akurat.
            Sampai saat ini, ”teori peluru” mungkin belum mati. Ia muncul dalam bentuk yang sedikit direvisi pada tulisan seorang filsuf Perancis Jacques Ellul (1973). Ellul berpendapat bahwa propaganda jauh lebih efektif dibandingkan analisa-analisa yang dibuat orang Amerika. Dia secara khusus menolak bukti dari eksperimen-eksperimen, dan mengatakan bahwa propaganda adalah bagian dari sebuah lingkungan total dan tidak dapat diduplikasikan dalam laboratorium. Ellul berpendapat bahwa propaganda bersifat sangat meresap dalam kehidupan orang Amerika sehingga sebagian besar dari kita tidak menyadarinya, tetapi ia mampu mengontrol nilai-nilai kita. Tentunya, inti dari nilai-nilai ini adalah ”gaya hidup orang Amerika”.
            Di Indonesia, contoh penerapan propaganda ini bisa dilihat pada iklan-iklan produk kecantikan yang ditayangkan di TV. Sang pemasang iklan banyak menyajikan keunggulan-keunggulan yang terdapat dalam produknya untuk menarik perhatian para penonton. Walaupun pada kenyataannya, dari pesan keunggulan yang disampaikan tidak memberikan efek secara langsung dan hanya berdampak pada sebagian orang dengan jenis kulit yang cocok. Dari sinilah, iklan meluncurkan peluru atau propaganda berupa pesan keunggulan produknya dan diterima para penonton yang mungkin sebagian dari mereka terkena pengaruhnya dengan cara membeli produk kecantikan tersebut.


Sabtu, 18 September 2010

First Time: Bincang Pendek 2008 Bersama Dude Harlino

Nah..daku punya pengalaman nich sama cowok ganteng yang satu ini.
Ceritanya dimulai saat aku pergi ke Studio Persari Film, Ciganjur pada tanggal 8 Mei 2008 skitar abis ashar gitu dech. Rencana awal ke sana sich, cuma bwt nyari pengalaman baru aja! Tapi lebih dari itu, aku juga dapet teman baru.
Pengalaman yang aku dapet diantaranya…
- Mewawancarai sosok Dude Harlino yang kita kenal dengan artis yang bisa jadi contoh dari segi keteguhan agama yang dianutnya. Asal muasal wancacara ini sich cuma buat iseng-iseng plus nambah pengalaman. Bukan bermaksud jadi reporter infotainment atau ngegosipin orang. Tapi yang pasti qu bisa bagi pengalaman ke sobat muda semua.

Dimulai dengan mengawali salam dan meminta waktu bwt mewawancarai beliau..
Kemudian….
Annisaa : kegiatan keislaman apa aja yang kak Dude masih geluti sampai saat ini?
Dude : Untuk kegiatan keislaman, saya mengisinya dengan mengikuti pengajian di Masjid Al-Azhar dan Masjid At-Tin. Sebenarnya hal ini bukan suatu kegiatan yang resmi, tetapi saya melakukannya hanya sekedar untuk mengisi waktu luang.
Annisaa : Makanan kesukaan kakak pa aja nich?
Dude : Semua suka..yang penting halal!
Annisaa : Pastinya halal dan toyyib kan kak?
Dude : Yap.
Annisaa : Kakak semasa SMA mengikuti kegiatan ROHIS tak?
Kak Dude : Tidak.
Annisaa : Siapa sosok atau idola yang kakak kagumi?
Dude : Pastinya sebagai seorang muslim yang pertama adalah Nabi Muhammad SAW.
Annisaa : Buku Islam yang kakak kagumi pa aja?
Dude : Perjalanan Menuju Langit.
Annisaa : Kalo yang dikarang sama Habbiburrahman El Shehrazy?

Dude : O ya..Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Annisaa : Wah..kalo untuk film KCB, emangnya bener kakak yang jadi pemainnya?
Dude : O…ga..belum ada konfirmasi kepada saya.
Annisaa : Sekarang kan banyak orang khususnya muslim mengedepankan mazhab..ada yang mazhab Syafi’i, Hanafi dan lain-lain. Tapi dasar Islam yang sebenernya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Nah menurut kakak gimana?
Dude : Kalo untuk dasar agama Islam memang benar yang paling utama adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul tapi yang perlu diketahui Al-Qur’an dan Sunnah Rasul adalah ketetapan mutlak yang ga bisa dicampuradukkan. Dan untuk mazhab, kalo berdiri untuk mendukung ketetapan dalam Al-QurĂ¡n dan Sunnah justru itu adalah hal yang bagus.
Annisaa : Terus untuk fenomena saat ini dunia Islam sedang digemparkan dengan Film Fitna yang dibuat oleh Senator Belanda, menurut kakak gimana?
Dude : Untuk masalah ini sebenarnya kalo kita mo buka-buka internet udah sangat banyak penindasan yang dilakukan oleh kafir kepada Islam. Orang Kafir itu Cerdik. Tapi yang perlu dilakukan orang Islam adalah sabar untuk mngahadapi ini semua, dan jangan mengedepankan perilaku anarkisme dalam menggapinya.

Nah…itu beberapa kutipan wawancara yang aku ambil saat mewawancarai beliau. Ya… walupun kurang seru, dan ga jelas maksudnya apa? Tapi yang penting sekali lagi ku bisa dapet pengalaman baru. Hehehe….^_^

Setelah wawancara selesai, aku meminta foto beliau,
Sebelum pulang, aku sempet mengikuti prosesi pembuatan syuting sinetron Cahaya yang disitu lagi ada mba Naysilla, aku juga sempet foto sama beliau.

Ternyata yang bisa aku simpulin dari sebuah pembuatan syuting sinetron itu….ya… agak rumit dan nungguin take-nya juga lama…soalnya semua dari setting tempat, pengahafalan skenario dan lain-lain butuh persiapan yang bener-bener khusus. Mbo ya… yang jadi artis mesti punya kesabaran tingkat tinggi.


Buat foto2ny,,mhon mav g bsa ditampilin.cz dkumentasiny ilang krn satu hal…